Babarengan.com – Indonesia mempunyai beraneka ragam bentuk dan model pakaian tradisional yang tersebar mulai dari Sabang hingga Merauke. Bahkan, di suatu daerah, terdapat variasi pakaian adat yang beragam, termasuk di wilayah Jawa Barat yang kaya akan berbagai jenis pakaian adat Sunda.
Pakaian adat menjadi simbol keunikan setiap daerah. Namun, dalam era modern ini, pakaian adat sering mengalami modifikasi sesuai perkembangan zaman, sehingga hampir kehilangan ciri khasnya.
Walaupun demikian, penting untuk tetap melestarikan kebudayaan asli agar tidak punah. Mengenalkan warisan budaya ini kepada generasi muda, termasuk Si Kecil, merupakan salah satu langkah untuk mewariskan nilai-nilai budaya.
Dalam konteks pakaian adat Sunda, terdapat berbagai jenis yang mencakup keunikan, makna, dan atributnya. Berikut adalah jenis-jenis pakaian adat Sunda yang dikemukakan bersama dengan ciri khas, arti, serta unsur-unsur yang melengkapinya, sebagaimana dilansir dari berbagai sumber.
1. Pangsi
Merujuk pada Buku Ensiklopedi Seni Dan Budaya Pakaian Nusantara karya R. Toto Sugiarto, dahulu pakaian adat Sunda dibedakan berdasarkan kelas sosial pemakainya. Pangsi, misalnya, termasuk dalam kategori pakaian yang dipakai oleh laki-laki rakyat biasa, dengan desain yang sangat sederhana, Bunda.
Pangsi pada dasarnya mencakup seluruh pakaian, terdiri dari baju yang dikenal sebagai baju kampret atau salontreng, dan celana yang disebut pangsi. Asal usul kata “pangsi” berasal dari kalimat “pangeusi numpang ka sisi,” yang berarti penutup tubuh yang dikenakan dengan cara menumpang, seperti sarung.
Pangsi umumnya dilengkapi dengan sarung poleng yang dipasang melintang di bahu, serta penutup kepala berupa ikat logen model hanjuang nungtung atau barangbang semplak. Tak lupa, ada alas kaki berupa tarumpah atau terompah yang terbuat dari kayu.
Meskipun terlihat sederhana, pangsi sarat dengan makna dan filosofi, seperti jumlah kancingnya yang bisa mencapai 5 atau 6, merujuk pada ajaran Islam. Lima kancing melambangkan rukun Islam, sementara 6 kancing mencerminkan rukun iman.
Sambungan jahitan lengan yang dinamakan beungkeut juga memiliki filosofi tersendiri, yaitu “ulah suka-siku ka batur, kudu sabeungkeutan, sauyunan, silih asah, silih asih, silih asuh, kadituna silih wangi.” Artinya, dilarang berperilaku licik kepada sesama, harus bersatu dalam ikatan batin, saling memberikan nasihat, kasih sayang, dan penghargaan untuk menciptakan nama baik yang harum.
2. Kebaya sunda
Kebaya Sunda pada umumnya mirip dengan kebaya pada umumnya, namun memiliki ciri khas tersendiri yaitu warna cerah dan desain kerah berbentuk U, dengan panjang hingga mencapai paha.
Dikutip dari penjelasan R. Toto Sugiarto, awalnya kebaya hanya boleh dikenakan oleh kaum menak dan bangsawan Priangan, namun seiring berjalannya waktu, kebaya menjadi pakaian yang dapat dikenakan oleh berbagai kalangan. Perbedaannya terletak pada pemakaian bahan oleh bangsawan yang menggunakan sutera dan beludru, sedangkan kebaya untuk rakyat biasa terbuat dari bahan tenun yang lebih ekonomis.
Secara makna, kebaya memiliki filosofi mendalam sebagai simbol keanggunan, kepatuhan, dan harga diri seorang perempuan. Untuk melengkapi penampilan kebaya, umumnya ditambahkan aksesoris seperti giwang, kalung, gelang, dan sanggul.
3. Baju Bedahan
Baju bedahan dahulunya adalah pakaian yang diatur pemerintah Hindia Belanda untuk digunakan oleh kaum menegah. Biasa digunakan sebagai pakaian resmi pegawai negeri, pamongpraja, atau saudagar.
Dahulu, baju bedahan hanya berwarna putih. Baju bedahan harus digunakan dengan kain kebat batik, alas kaki sandal tarumpah, sabuk (beubeur), dan ikat kepala. Tidak lupa dipasangkan juga arloji dengan rantai emas di saku baju sebagai kelengkapan berbusana.
4. Menak
Menak digunakan oleh para bangsawan untuk mendukung status sosial mereka. Menak sendiri diambil dari bahasa sunda yang berarti terhormat. Menak adalah jas beludru yang memiliki motif benang emas. Sebagaimana fungsinya, yakni untuk menunjukkan kelas sosial, menak didesain mewah dan elegan.
Ada perbedaan antara menak laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki, menak merupakan jas beludru berwarna hitam dengan motif benang emas yang disulam. Dipadu padankan dengan celana, serta kain batik yang dikuatkan oleh ikat pinggang emas. Dilengkapi pula oleh aksesoris bendo sebagai penutup kepala, serta arloji emas dengan rantai yang ditempatkan di saku jas dan tambahan lilitan jarit dari pinggang sampai dengan lutut.
Sementara pada perempuan, warna, bahan, dan motif tidak jauh berbeda, hanya saja terdapat tambahan manik-manik emas pada motifnya. Menak perempuan menggunakan kain kebat batik yang disarungkan sebagai bawahan dan selop hitam berbahan beludru sebagai alas kakinya. Sebagai aksesoris, perempuan juga menggunakan sanggul dengan tusuk konde, serta perhiasan dan bros dari emas dan berlian.
5. Beskap Sunda
Sama seperti yang terdapat di Jawa Tengah, beskap juga dapat ditemukan di wilayah Jawa Barat. Perbedaannya terletak pada beskap Sunda yang memiliki ketebalan lebih tinggi dan tidak memiliki lipatan pada kerah bajunya. Beskap ini merupakan pilihan pakaian untuk acara resmi dan upacara penting, seringkali dipakai oleh para pejabat.
Dengan desain yang sederhana dan warna polos seperti hitam, putih, atau putih gading, beskap Sunda memiliki kancing besar berwarna emas. Bagian samping beskap dirancang secara asimetris untuk menampung keris dan dipadukan dengan bawahan kain batik.
6. Kain Batik Sunda
Kain batik Sunda menjadi bagian penting dalam pakaian adat Sunda, sering digunakan sebagai bawahan atau pelengkap. Terdapat berbagai jenis dan motif kain batik Sunda, antara lain:
Batik Garutan (asal dari Garut): Berlatar cerah dengan nuansa warna putih, kuning muda, atau gading. Motifnya dominan berupa Rereng dengan variasi warna yang beragam. Banyak digunakan dalam upacara pernikahan.
Batik Ciamisan (dari Ciamis): Berlatar merah maron dengan motif ornamen Rereng bergaya tradisional. Motif ini cenderung klasik dan tidak mengalami perkembangan lebih lanjut.
Batik Trusmian (daerah Cirebon): Berlatar dasar warna pastel dengan variasi warna biru, abu-abu, hijau, cokelat muda, dan gading. Motif ornamen mencakup flora, fauna, mega, bintang, matahari, batu karang, ombak, dan arsitektur gaya Cirebon.
Batik Dermayon (Indramayuan): Latar cerah dengan nuansa warna merah, kuning, hijau, biru, dan putih. Motif ornamen mencakup bentuk-bentuk geometris, flora, fauna, termasuk fauna laut, dan terkadang nuansa ornamen Cina. Berkembang sesuai dengan mode dan selera pasar.
Batik Tasik (asal dari Tasikmalaya): Memiliki corak yang menggambarkan lingkungan dan alam. Motif batik Tasikmalaya menggabungkan unsur alam, flora, fauna, dengan ciri khas motif batik Parahyangan. Batik Tasikmalaya diakui secara nasional sebagai bagian dari warisan budaya.
7. Mojang Jajaka
Mojang Jajaka adalah pakaian adat yang diperuntukkan bagi muda-mudi lajang pada acara-acara tertentu. Dalam bahasa Sunda, Mojang berarti gadis dan Jajaka berarti perjaka.
Pakaian Mojang Jajaka berbentuk pasangan, di mana laki-laki mengenakan beskap dan perempuan mengenakan kebaya dengan warna yang senada, dilengkapi dengan kain kebat untuk perempuan dan kain batik untuk laki-laki.
Aksesoris pakaian Mojang melibatkan penggunaan selendang bernama karembong dan perhiasan. Laki-laki juga mengenakan bendo dan arloji di saku sebagai pelengkap.
8. Pakaian Pengantin Wanita
Tradisi busana di Tanah Pasundan terinspirasi dari pakaian putri kerajaan Sunda pada masa lampau. Meskipun terkesan sederhana, pakaian pengantin Sunda memiliki daya tarik dan keindahan tersendiri. Ada beberapa gaya busana pengantin Sunda, di antaranya adalah pengantin Sunda Putri dan pengantin Sunda Siger.
Pengantin Sunda Putri mengenakan kebaya dan kain batik. Kebaya tersebut terbuat dari brokat putih yang panjangnya hampir mencapai lutut pengantin. Kalung permata panjang dan cincin permata menjadi hiasan pada kebaya. Di pinggang, terdapat Benten Permata untuk memberikan kesan elegan pada pengantin wanita.
Pada pengantin Sunda Siger, pakaian dilengkapi dengan siger, mahkota berbentuk segitiga yang menjulang ke atas. Di dahi, ditempatkan daun sirih berbentuk wajik kecil sebagai hiasan. Daun sirih dianggap sebagai penolak bala, memberikan harapan agar pengantin yang memasuki kehidupan baru terlindungi dari bahaya. Aksesoris tambahan adalah tujuh kembang goyang pada sanggul.
Bagian bawah pengantin wanita Sunda umumnya menggunakan kain batik dengan motif khusus seperti Sido Mukti atau corak Lereng-eneng dengan lipatan wiron pada bagian depan kain. Sebagai alas kaki, digunakan selop yang serasi dengan kebaya.
9. Pakaian Pengantin Pria
Pengantin pria biasanya mengenakan jas buka prangwedana dan kain batik yang sepadan dengan warna dan motif yang digunakan oleh pengantin wanita. Aksesoris melibatkan bendo hiasan permata, Boro Sarangka sebagai tempat menyimpan keris, dan Kewer.
Sebagai pelengkap, pengantin pria memakai keris sebagai lambang kegagahan. Keris yang dihiasi bunga diselipkan di Boro Sarangka di bagian depan. Dalam upacara adat pernikahan, pengantin adat Sunda akan mengenakan pakaian khusus yang disebut Pakaian Pengantin Sukapura.
Pakaian ini terdiri dari jas tutup putih untuk mempelai pria dengan ikat pinggang putih, kain rereng sebagai bawahan, bendo motif rereng sebagai tutup kepala, dan selop berwarna putih. Sebagai hiasan, digunakan kalung panjang dari bunga melati dan keris atau kujang sebagai senjata tradisionalnya.
Itulah beberapa jenis pakaian adat Sunda atau Jawa Barat. Saat ini, sistem kasta tidak lagi berlaku, sehingga semua jenis pakaian dapat digunakan oleh semua kalangan.
Dapatkan informasi terupdate berita polpuler harian dari babarengan.com . Untuk kerjasama lainya bisa kontak email atau sosial media kami lainnya.