Babarengan.com – Pesta Gotilon, sebuah tradisi syukur masyarakat Batak, memiliki makna mendalam yang sarat akan nilai-nilai spiritual dan budaya. Acara ini bukan sekadar perayaan, melainkan wujud dari rasa terima kasih atas hasil panen yang melimpah, serta sebagai bentuk persembahan kepada Tuhan. Pesta ini menjadi simbol penting yang menunjukkan hubungan erat antara manusia, alam, dan Sang Pencipta dalam kehidupan masyarakat Batak.
Dalam bahasa Batak, Gotilon berasal dari kata “gotil” yang berarti mencubit. Nama ini diambil dari metode tradisional masyarakat Batak yang dahulu mencubit atau ‘gotil’ padi secara manual saat panen, sebelum adanya alat modern seperti pengetam padi. Tradisi unik ini, yang awalnya merupakan cara memanen, kemudian diabadikan menjadi Pesta Gotilon, sebuah perayaan syukur yang kini diadakan di gereja.
Melansir laman Budaya Indonesia, Pesta Gotilon memiliki tujuan utama sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Tuhan atas berkat yang diterima selama proses menanam hingga panen tiba. Selain itu, pesta ini juga menjadi ajang bagi masyarakat untuk mempersembahkan hasil panen mereka kepada gereja sebagai bentuk persembahan atau “silua”. Tradisi ini melibatkan seluruh jemaat gereja yang satu per satu datang ke altar untuk menyerahkan persembahan mereka. Acara ini diiringi musik tradisional Gondang dan tarian Tortor, dengan menggunakan kain Ulos yang menjadi simbol penting dalam budaya Batak.
Meskipun memiliki akar yang kuat dalam kegiatan agraris, Pesta Gotilon tidak kehilangan relevansinya di era modern. Seiring dengan perkembangan zaman, terutama di daerah perkotaan, bentuk persembahan dalam Pesta Gotilon mengalami perubahan. Jika dahulu persembahan berupa hasil bumi seperti padi, jagung, atau buah-buahan dari panen pertama, kini persembahan tersebut bisa berupa benda lain seperti parsel atau uang. Ini merupakan cerminan dari pergeseran aktivitas masyarakat Batak, yang kini tidak lagi didominasi oleh pertanian, melainkan bergerak di sektor jasa dan industri.
Baca juga: Mengenal Jenis-Jenis Batik Indonesia dan Filosofi di Balik Motifnya
Di perkotaan, Pesta Gotilon tetap menjadi bagian penting dari kehidupan rohani masyarakat Batak, meski dengan penyesuaian terhadap konteks modern. Persembahan yang dulunya berupa hasil bumi kini sering diganti dengan uang yang dibawa dalam piring atau dihias pada batang bambu layaknya pohon uang. Meskipun demikian, esensi dari Pesta Gotilon sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan tetap terjaga dengan baik.
Salah satu tokoh adat Batak, Bapak Togu Simanjuntak, menjelaskan bahwa perubahan bentuk persembahan ini bukan berarti hilangnya makna dari Pesta Gotilon. “Intinya tetap sama, yaitu rasa syukur kepada Tuhan. Baik itu berupa hasil bumi maupun uang, yang penting adalah ketulusan dalam memberi,” ujar beliau. Menurutnya, tradisi ini juga menjadi momen untuk mempererat hubungan sosial antarwarga, terutama bagi mereka yang merantau di kota-kota besar.
Pesta Gotilon menjadi salah satu contoh bagaimana tradisi yang kuat tetap mampu bertahan dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Di tengah modernisasi yang cepat, masyarakat Batak masih mempertahankan nilai-nilai luhur budaya mereka dengan menyesuaikannya pada kehidupan kontemporer. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi tidak harus statis, melainkan bisa berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
Secara keseluruhan, Pesta Gotilon merupakan wujud dari kekayaan budaya Indonesia yang patut dilestarikan. Tradisi ini tidak hanya sekadar pesta, tetapi juga cerminan dari rasa syukur, kebersamaan, dan penghormatan terhadap alam serta Tuhan. Dalam dunia yang semakin modern, Pesta Gotilon mengajarkan bahwa kita tidak boleh melupakan akar budaya dan selalu bersyukur atas setiap berkat yang diterima.