Babarengan.com – Apa yang terlintas di benak ketika melihat ikan mas arsik, hidangan khas Batak yang lezat tersaji di meja? Tentu, rasa ingin menyantapnya langsung tak terbendung. Namun, bagi masyarakat Batak, ikan mas arsik atau “dekke na niarsik” bukanlah sekadar makanan. Hidangan ini memiliki makna filosofis mendalam, menjadi simbol keberkahan hidup yang dihormati dalam setiap prosesi adat.
Sebagaimana kimchi di Korea, ikan mas arsik bagi masyarakat Batak adalah hidangan istimewa yang selalu hadir di setiap acara adat. Masakan ini memiliki perpaduan rasa unik—asam, pedas, asin—dengan sentuhan bumbu khas seperti andaliman, asam gelugur, dan kecombrang. Hidangan ini begitu lekat dengan budaya Batak, hingga rumah makan khas Batak, atau lapo, selalu menyajikannya sebagai hidangan utama.
Memasak dekke na niarsik juga membutuhkan keterampilan khusus, sehingga seseorang yang mampu meraciknya dengan baik dianggap memiliki keistimewaan tersendiri di mata keluarga. Tak sembarang orang dapat memasak hidangan ini; diperlukan pengetahuan tentang campuran bumbu dan cara memasaknya agar cita rasa yang dihasilkan tetap autentik.
Dekke Na Niarsik Simbol Kehidupan dan Berkat
Dekke na niarsik bukan hanya sekadar masakan, namun juga simbol penting dalam berbagai tahapan kehidupan orang Batak. Ikan ini disajikan dalam jumlah ganjil dengan makna tersendiri, mulai dari satu ekor bagi pasangan yang baru menikah, tiga ekor bagi mereka yang baru dikaruniai anak, lima ekor bagi yang memiliki cucu, hingga tujuh ekor yang disajikan khusus bagi pemimpin adat.
Tradisi pemberian dekke na niarsik ini juga mengatur siapa yang berhak memberikannya. Dalam adat Batak, hanya pihak hula-hula—keluarga dari pihak istri, seperti saudara laki-laki atau komunitas marga istri—yang dapat menyerahkan ikan ini dalam prosesi adat. Hal ini memperlihatkan nilai kebersamaan dan penghormatan terhadap keluarga besar.
Pemilihan ikan mas untuk hidangan ini juga memegang filosofi tersendiri. Ikan mas yang hidup di air jernih melambangkan kehidupan yang murni dan bersih, sementara sifatnya yang suka berenang beriringan menunjukkan keselarasan dan kebersamaan. Ikan ini dipilih dalam keadaan utuh dari kepala hingga ekor sebagai lambang keutuhan hidup yang akan diberikan kepada penerima.
Baca juga: Pesta Gotilon Ucapan Syukur Masyarakat Batak kepada Tuhan
Dalam penyajian, ikan mas arsik disusun dengan kepala menghadap penerima, dan apabila disajikan lebih dari satu, ikan harus diletakkan sejajar. Posisi ikan yang menghadap penerima menggambarkan harapan akan keharmonisan hidup keluarga. Di samping itu, ikan ini tidak boleh dipotong-potong saat penyajian, karena keutuhan ikan dipercaya menjadi simbol keberlangsungan keturunan. Orang Batak meyakini bahwa pemotongan ikan dapat menghalangi keberuntungan dalam mendapatkan keturunan.
Keunikan ikan mas arsik sebagai kuliner tradisional Batak telah mengangkatnya sebagai kebanggaan budaya, memperkaya khazanah kuliner Indonesia yang kaya akan makna filosofis. Di berbagai kota besar, terutama Jakarta, lapo yang menyediakan dekke na niarsik menjadi tempat bagi masyarakat Batak untuk bernostalgia, sekaligus mengenalkan nilai-nilai tradisional kepada masyarakat luas.
Dalam keragaman kuliner nusantara, dekke na niarsik menambah warna budaya Indonesia. Filosofi hidup yang tersaji dalam sepiring ikan mas ini memperlihatkan kedalaman nilai adat yang masih terjaga hingga kini. Kuliner seperti inilah yang seharusnya membuat kita bangga akan kekayaan budaya bangsa, yang tak hanya mewariskan rasa, tetapi juga nilai kehidupan.