Babarengan.com – Tradisi pemberkatan hewan peliharaan kembali menjadi perhatian publik setelah perayaan Santo Fransiskus Asisi berlangsung di sejumlah gereja Katolik, termasuk Gereja Kalvari Paroki Lubang Buaya. Budaya keagamaan tersebut menampilkan ritual pemberkatan hewan sebagai simbol kasih, kepedulian, dan penghormatan terhadap seluruh ciptaan Tuhan. Dalam ajaran Katolik, tradisi ini telah mengakar ratusan tahun dan masih dilestarikan hingga saat ini di berbagai belahan dunia.
Pemberkatan hewan biasanya dilaksanakan setiap awal Oktober, bertepatan dengan peringatan Santo Fransiskus Asisi. Sosok santo ini dikenal sebagai pelindung hewan dan lingkungan. Ia mengajarkan bahwa hewan bukan sekadar pelengkap kehidupan manusia, melainkan bagian dari karya penciptaan yang wajib dihargai dan dirawat. Melalui tradisi tersebut, umat Katolik diajak untuk memperluas makna kasih hingga melampaui hubungan antarmanusia.
Dalam pelaksanaannya di Gereja Kalvari, umat membawa anjing, kucing, burung, hingga hewan kecil lainnya untuk menerima percikan air berkat. Ritual ini dibuka dengan doa bersama, lalu dilanjutkan dengan pemberkatan oleh imam. Suasana berlangsung hangat dan penuh antusias. Para pemilik hewan tampak membawa peliharaan mereka dengan tertib, sementara imam memercikkan air suci satu per satu sebagai tanda doa perlindungan.
Budaya pemberkatan hewan tidak hanya bermakna simbolis. Dalam tradisi Katolik, pemberkatan ini merupakan wujud syukur atas kehadiran hewan yang sering menjadi sahabat setia dalam kehidupan manusia. Selain itu, gereja ingin menanamkan kesadaran moral kepada umat bahwa merawat hewan adalah bagian dari tanggung jawab iman. Hewan dianggap memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan, sehingga manusia wajib memperlakukan mereka dengan kasih, etika, dan tanggung jawab.
Tradisi pemberkatan hewan juga menjadi sarana edukasi spiritual, terutama bagi anak-anak. Melalui kegiatan tersebut, gereja berharap generasi muda memahami bahwa agama tidak hanya mengatur relasi vertikal kepada Tuhan, tetapi juga relasi horizontal terhadap sesama manusia, alam, dan seluruh makhluk hidup. Dengan demikian, budaya ini berfungsi ganda: sebagai bentuk penghormatan terhadap ciptaan Tuhan sekaligus pengingat agar umat tidak bersikap semena-mena terhadap hewan.
Panitia penyelenggara menjelaskan bahwa pemberkatan hewan bukan sekadar agenda seremonial tahunan. Gereja ingin membawa pesan yang lebih luas mengenai kepedulian lingkungan hidup, sejalan dengan arah ajaran Gereja Katolik modern yang menekankan ekologi integral. Harapannya, tradisi tersebut dapat membangun kebiasaan konkret dalam melindungi hewan, menjaga kebersihan lingkungan, dan mencegah tindakan kekerasan terhadap makhluk hidup.
Perayaan tahun ini berjalan lancar meskipun jumlah peserta cukup padat. Umat menyambut positif kegiatan tersebut dan berharap pemberkatan hewan terus dilestarikan pada tahun-tahun mendatang. Tradisi ini dinilai relevan dengan situasi saat ini, di mana isu kelestarian alam dan kesejahteraan hewan semakin menjadi perhatian global.
Melalui ritual tersebut, Gereja Katolik menegaskan kembali pesan bahwa setiap makhluk layak dikasihi. Tradisi pemberkatan hewan pun menjadi jembatan antara spiritualitas, kemanusiaan, dan pelestarian lingkungan, serta menjadi salah satu budaya Katolik yang terus hidup dari masa ke masa.