Babarengan.com – Tradisi menyiram air kepada seseorang yang hendak pergi merantau masih bertahan di sejumlah daerah di Indonesia. Ritual sederhana ini diwariskan secara turun-temurun sebagai tanda kasih sayang keluarga dan wujud harapan agar perjalanan berjalan lancar serta pulang kembali dengan selamat. Meski zaman terus berubah, kebiasaan tersebut tetap dipertahankan karena dianggap memiliki nilai budaya dan filosofi yang mendalam.
Tradisi ini umumnya dilakukan oleh orang tua atau anggota keluarga terdekat sesaat sebelum seseorang meninggalkan rumah. Dalam praktiknya, air dipercikkan atau disiramkan ke tanah, lantai, atau di dekat langkah orang yang akan pergi. Air dipilih sebagai unsur utama karena masyarakat memaknainya sebagai simbol kesejukan, keberkahan, dan kelancaran. Selain itu, air dipercaya dapat meluruhkan hal-hal buruk yang mungkin menghadang perjalanan seorang perantau.
Di sejumlah daerah di Pulau Jawa, ritual ini disebut sebagai bentuk doa nonverbal agar perjalanan mengalir seperti air. Mereka percaya bahwa kehidupan manusia di perantauan akan lebih kuat apabila dimulai dengan restu keluarga. Sementara itu, di beberapa wilayah lain, air yang digunakan sering dicampur dengan bunga sebagai lambang ketulusan dan kebaikan. Meski berbeda istilah dan praktik, maknanya tetap sama, yaitu memberikan restu agar yang pergi selalu berada dalam lindungan Tuhan.
Secara antropologis, tradisi menyiram air mencerminkan hubungan emosional dan spiritual antara individu dan keluarga. Prosesi ini menjadi media penyampai pesan bahwa seorang perantau tidak pernah berjalan sendiri. Air yang mengalir menggambarkan harapan agar perjalanan bebas dari halangan serta membuka jalan menuju rezeki yang baik. Di sisi lain, tindakan simbolik tersebut juga menegaskan eratnya ikatan keluarga dalam budaya Indonesia yang menempatkan kebersamaan sebagai nilai utama.
Kehadiran ritual ini juga menunjukkan bahwa tradisi lokal masih memiliki tempat kuat di tengah perkembangan modern. Meskipun masyarakat semakin akrab dengan teknologi dan gaya hidup praktis, mereka tetap memandang tradisi sebagai identitas. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi pengingat bahwa setiap perjalanan hidup selalu membutuhkan doa, restu, dan penghormatan terhadap keluarga.
Sejumlah keluarga masih mempertahankan kebiasaan ini karena percaya bahwa restu orang tua merupakan bekal psikologis bagi perantau. Dengan ritual tersebut, seseorang yang berangkat akan merasa lebih tenang dan yakin dalam menjalani perjalanan serta kehidupan baru di tempat yang jauh. Sementara itu, keluarga yang ditinggalkan memiliki cara untuk mengekspresikan cinta, harapan, dan doa tanpa harus mengucapkannya secara panjang lebar.
Pelestarian tradisi menyiram air menjadi bukti bahwa identitas budaya dapat dijaga melalui kebiasaan sederhana. Selama masih ada keluarga yang menjunjung nilai kebersamaan, tradisi ini diyakini akan terus diwariskan lintas generasi. Di tengah dinamika masyarakat modern, ritual tersebut hadir sebagai pengingat bahwa akar budaya tidak boleh hilang dari kehidupan sehari-hari.